Bapa Zalim! Akibat Menconteng Kereta Bapanya! Kanak-Kanak Ini Dipotong Tangannya Oleh Bapanya Sendiri Dengan Menggunakan . . .
Buat sebagian orangtua yang anaknya kreatif, janganlah lagi dipukul ya.. Tolong baca narasi riil yang menyentuh hati ini, cerita tentang seorang anak kecil bernama Ita yang memohon pada papanya untuk kembalikan tangannya.
Sebagai orang-tua kita layak menghambat perbuatan pasangan untuk memukul sang buah hati. Terlebih pada anak-anak yang masih tetap kecil dan tidak paham apa-apa.
Mengajar dan berikan pelajari melalui langkah memukul tidaklah langkah terbaik.
Bapak, Kembalikan Tangan Doni
Tersebut narasi riil itu :
Sepasang suami isteri seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak untuk diasuh pembantu rumah waktu mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini, lelaki berusia 10 th.. Yang fikirannya cacat sejak mulai lahir tingkahnya seprti anak di bawah 3 th.. Sendirian di rumah, dia sering dilewatkan pembantunya yang ribet bekerja.
Dia bermain di luar rumah. Dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yang dibeli papanya, ataupun bermain bola dsb di halaman rumahnya.
Sehari dia saksikan sebatang paku karat. Dia juga mencoret semen tempat mobil ayahnya diparkirkan tetapi karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak tampak. Dicobanya pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu berwarna putih, coretannya tampak jelas. Apa lagi kanak-kanak ini dapat buat coretan sama seperti kreativitasnya.
Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor ke tempat kerja karena jalan macet. Setelah sang anak mencoret penuh sisi yang samping kanan dia beralih ke samping kiri mobil. Dibuatnya gambar ayam dan gambarnya sendiri dll untuk ikuti imaginasinya. Momen itu jalan tidak ada diakui si pembantu rumah.
Pulang petang itu, terkejutlah ayah ibunya saksikan mobil yang baru setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini dapat senantiasa menjerit, ‘Kerjaan siapa ini? ’ Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu lari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih saksikan muka bengis tuannya.
Sekali lagi diserahkan pertanyaan keras padanya, dia senantiasa mengemukakan ‘Tak tahu…! ’ ‘Kamu dirumah sepanjang sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan? ’ hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, mendadak lari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata ‘doni yg buat itu papa…. bagus kan! ’ katanya sambil memeluk papanya inginkan bermanja seperti umum. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, senantiasa dipukulkannya berulang-kali ke telapak tangan anaknya.
Si anak yang tidak paham apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekalian ketakutan. Suka memukul telapak tangan, si ayah memukul juga belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa suka dengan hukuman yang digunakan. Pembantu rumah terbengong, tak memahami harus
berbuat apa? Si bapak cukup keras memukul-mukul tangan kanan dan lantas tangan kiri anaknya.
Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Diliatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berd4rah. Pembantu rumah memandikan air sambil dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan saat luka-lukanya itu terserang air. Si pembantu rumah lantas menidurkan anak kecil itu. Si bapak punya niat membiarkan anak itu tidur bersamaan pembantu rumah.
Keesokkan harinya, ke-2 irislah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu. ‘Oleskan obat saja! ’ jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang memakai waktu di kamar pembantu. Si bapak konon menginginkan mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sebentar si ibu juga sekian tetapi sehari-hari ajukan pertanyaan pada pembantu rumah. ‘Ita demam…’ jawab pembantunya ringkas.
‘Kasih minum obat penurun panas, ’ jawab si ibu.
Terlebih dulu si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia tutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bila suhu badan Ita begitu panas. ‘Sore nantinya kita bawa ke klinik’ kata majikannya itu. Sampai waktunya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan ia dirujuk ke rumah sakit karena keadaannya serius. Setelah 1 minggu di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.
‘Tidak ada pilihan.. ’ katanya yang mengusulkan agar ke-2 tangan anak itu diamputasi karena gangren yang berjalan sudah begitu kritis.
‘Tangannya sudah bernanah, untuk menyelamatkan nyawanya ke-2 tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah’ kata dokter.
Si bapak dan ibu seperti diserang halilintar mendengar kalimat itu. Terasa dunia berhenti berputar, tetapi apa yang dapat dijelaskan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar ditandatangani surat perjanjian pembedahan.
Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran saksikan ke-2 tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Lantas ke muka pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi saksikan mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak berjumpara dalam linangan air mata.
‘Papa.. Mama… doni tidak akan mengerjakannya lagi. Ita tidak mau dipukul bapak. Ita tidak mau jahat. doni sayang bapak.. sayang ibu. ’ katanya berulang-kali membikinkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya.
‘Ita juga sayang Kak Narti.. ’ katanya lihat muka pembantu rumah, sekalian membikinkan gadis itu meraung histeris.
‘Papa.. kembalikan tangan doni. Untuk apa diambil.. Ita janji tak akan mengulanginya lagi! Bagaimana langkahnya doni menginginkan makan nantinya? Bagaimana doni menginginkan bermain nantinya? doni janji tdk akan mencoret-coret mobil lagi, ’ katanya berulang-kali.
Terasanya copot jantung si ibu mendengar kalimat anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah berjalan, tak ada manusia dapat menahannya.
—
Pelajaran yang demikian bernilai buat sebagian orang-tua, anak nakal itu umum, apabila anak kecil terluka, berilah perhatian sendiri pada anak dan jangan sampai bergantung pada pembantu. karena mereka sejatinya hanya membantu. Pekerjaan paling penting mendidik anak ada di tangan anda
Buat sebagian orangtua yang anaknya kreatif, janganlah lagi dipukul ya.. Tolong baca narasi riil yang menyentuh hati ini, cerita tentang seorang anak kecil bernama Ita yang memohon pada papanya untuk kembalikan tangannya.
Sebagai orang-tua kita layak menghambat perbuatan pasangan untuk memukul sang buah hati. Terlebih pada anak-anak yang masih tetap kecil dan tidak paham apa-apa.
Mengajar dan berikan pelajari melalui langkah memukul tidaklah langkah terbaik.
Bapak, Kembalikan Tangan Doni
Tersebut narasi riil itu :
Sepasang suami isteri seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak untuk diasuh pembantu rumah waktu mereka bekerja. Anak tunggal pasangan ini, lelaki berusia 10 th.. Yang fikirannya cacat sejak mulai lahir tingkahnya seprti anak di bawah 3 th.. Sendirian di rumah, dia sering dilewatkan pembantunya yang ribet bekerja.
Dia bermain di luar rumah. Dia bermain ayunan, berayun-ayun di atas ayunan yang dibeli papanya, ataupun bermain bola dsb di halaman rumahnya.
Sehari dia saksikan sebatang paku karat. Dia juga mencoret semen tempat mobil ayahnya diparkirkan tetapi karena lantainya terbuat dari marmer, coretan tidak tampak. Dicobanya pada mobil baru ayahnya. Ya… karena mobil itu berwarna putih, coretannya tampak jelas. Apa lagi kanak-kanak ini dapat buat coretan sama seperti kreativitasnya.
Hari itu bapak dan ibunya mengendarai motor ke tempat kerja karena jalan macet. Setelah sang anak mencoret penuh sisi yang samping kanan dia beralih ke samping kiri mobil. Dibuatnya gambar ayam dan gambarnya sendiri dll untuk ikuti imaginasinya. Momen itu jalan tidak ada diakui si pembantu rumah.
Pulang petang itu, terkejutlah ayah ibunya saksikan mobil yang baru setahun dibeli dengan angsuran. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini dapat senantiasa menjerit, ‘Kerjaan siapa ini? ’ Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu lari keluar. Dia juga beristighfar. Mukanya merah padam ketakutan lebih-lebih saksikan muka bengis tuannya.
Sekali lagi diserahkan pertanyaan keras padanya, dia senantiasa mengemukakan ‘Tak tahu…! ’ ‘Kamu dirumah sepanjang sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan? ’ hardik si isteri lagi. Si anak yang mendengar suara ayahnya, mendadak lari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata ‘doni yg buat itu papa…. bagus kan! ’ katanya sambil memeluk papanya inginkan bermanja seperti umum. Si ayah yang hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon bunga raya di depannya, senantiasa dipukulkannya berulang-kali ke telapak tangan anaknya.
Si anak yang tidak paham apa-apa terlolong-lolong kesakitan sekalian ketakutan. Suka memukul telapak tangan, si ayah memukul juga belakang tangan anaknya. Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa suka dengan hukuman yang digunakan. Pembantu rumah terbengong, tak memahami harus
berbuat apa? Si bapak cukup keras memukul-mukul tangan kanan dan lantas tangan kiri anaknya.
Setelah si bapak masuk ke rumah dituruti si ibu, pembantu rumah menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar. Diliatnya telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka-luka dan berd4rah. Pembantu rumah memandikan air sambil dia ikut menangis. Anak kecil itu juga terjerit-jerit menahan kepedihan saat luka-lukanya itu terserang air. Si pembantu rumah lantas menidurkan anak kecil itu. Si bapak punya niat membiarkan anak itu tidur bersamaan pembantu rumah.
Keesokkan harinya, ke-2 irislah tangan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu. ‘Oleskan obat saja! ’ jawab tuannya, bapak si anak. Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang memakai waktu di kamar pembantu. Si bapak konon menginginkan mengajar anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sebentar si ibu juga sekian tetapi sehari-hari ajukan pertanyaan pada pembantu rumah. ‘Ita demam…’ jawab pembantunya ringkas.
‘Kasih minum obat penurun panas, ’ jawab si ibu.
Terlebih dulu si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Ita dalam pelukan pembantu rumah, dia tutup lagi pintu kamar pembantunya. Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bila suhu badan Ita begitu panas. ‘Sore nantinya kita bawa ke klinik’ kata majikannya itu. Sampai waktunya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan ia dirujuk ke rumah sakit karena keadaannya serius. Setelah 1 minggu di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu.
‘Tidak ada pilihan.. ’ katanya yang mengusulkan agar ke-2 tangan anak itu diamputasi karena gangren yang berjalan sudah begitu kritis.
‘Tangannya sudah bernanah, untuk menyelamatkan nyawanya ke-2 tangannya perlu dipotong dari siku ke bawah’ kata dokter.
Si bapak dan ibu seperti diserang halilintar mendengar kalimat itu. Terasa dunia berhenti berputar, tetapi apa yang dapat dijelaskan. Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si bapak terketar-ketar ditandatangani surat perjanjian pembedahan.
Keluar dari bilik pembedahan, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga heran saksikan ke-2 tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Lantas ke muka pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi saksikan mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak berjumpara dalam linangan air mata.
‘Papa.. Mama… doni tidak akan mengerjakannya lagi. Ita tidak mau dipukul bapak. Ita tidak mau jahat. doni sayang bapak.. sayang ibu. ’ katanya berulang-kali membikinkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya.
‘Ita juga sayang Kak Narti.. ’ katanya lihat muka pembantu rumah, sekalian membikinkan gadis itu meraung histeris.
‘Papa.. kembalikan tangan doni. Untuk apa diambil.. Ita janji tak akan mengulanginya lagi! Bagaimana langkahnya doni menginginkan makan nantinya? Bagaimana doni menginginkan bermain nantinya? doni janji tdk akan mencoret-coret mobil lagi, ’ katanya berulang-kali.
Terasanya copot jantung si ibu mendengar kalimat anaknya. Meraung-raung dia sekuat hati namun takdir yang sudah berjalan, tak ada manusia dapat menahannya.
—
Pelajaran yang demikian bernilai buat sebagian orang-tua, anak nakal itu umum, apabila anak kecil terluka, berilah perhatian sendiri pada anak dan jangan sampai bergantung pada pembantu. karena mereka sejatinya hanya membantu. Pekerjaan paling penting mendidik anak ada di tangan anda
0 comments:
Post a Comment